Waktu kecil, saya sering duduk di bawah payung saat hujan. Semakin deras, semakin sejuk dan damai. Suara guntur hanya membuat momen itu jadi lebih menenangkan. Mungkin teman-teman juga pernah punya memori seperti itu? Momen kecil yang seolah menghentikan dunia sejenak, momen yang saat ini mungkin terasa begitu mahal. Long story short, suatu hari saya mendengar sebuah analogi yang sederhana tapi begitu dalam: sabar itu seperti payung. Tidak dapat menghentikan hujan, tapi membuat kita bisa berjalan melaluinya, bahkan mungkin menikmatinya. Sabar tak bisa menghilangkan masalah, tapi ia hadir untuk membantu kita melangkah, mengarahkan pandangan pada makna yang mungkin tersembunyi di balik setiap tetes ujian. Seiring dengan perjalanan pendidikan dan pengalaman hidup yang saya tempuh, saya menjadi lebih memahami cara memberdayakan “payung” yang saya miliki, sekaligus membantu orang lain menemukan dan memanfaatkan “payung” mereka sendiri. Menuntun mereka untuk tetap melangkah meski sedang deras-derasnya, dan merasakan makna di balik setiap langkah, termasuk luka yang pernah dihadapi. Inilah yang menjadi fokus dalam psikologi yang saya tekuni—memandu untuk menemukan kembali makna hidup, membantu mereka melihat diri dari sudut pandang yang baru. Bukan sekadar soal menenangkan pikiran, tetapi menggali kekuatan tersembunyi yang bisa membangkitkan mereka melalui proses self-healing. Belajar menemukan kekuatan dalam diri, mengubah luka menjadi pelajaran, dan memperkuat langkah agar bisa melangkah lebih teguh. Karena pada akhirnya, setiap orang memiliki potensi untuk bangkit, menemukan kembali arah hidup, dan berjalan dengan makna yang lebih dalam. Salam kenal.